Tugas Mandiri 03: Aurel Irza Safira E44
Ringkasan Wawancara tentang Pandangan terhadap Identitas Nasional
Disusun Oleh:
Aurel Irza Safira
46125010114
A. PENDAHULUAN
Wawancara ini dilakukan dengan teman saya, Yussy Azani Hermawanda, seorang mahasiswa semester akhir Program Studi Pendidikan Sejarah di salah satu Universitas Swasta di Tangerang, berusia 21 tahun. Yussy aktif dalam organisasi kemahasiswaan yang fokus pada isu budaya dan kewarganegaraan, sehingga pandangannya relevan dengan topik identitas nasional. Saya memilih Yussy sebagai narasumber karena kami seusia dan sering berdiskusi tentang isu sosial, yang membuat wawancara terasa lebih santai dan relatable. Wawancara singkat ini dilaksanakan secara virtual melalui video call pada tanggal 5 Oktober 2023, dengan durasi sekitar 15 menit, dan telah mendapatkan izin dari Yussy untuk menggunakan nama serta identitasnya dalam ringkasan ini. Tujuan wawancara adalah untuk mengeksplorasi perspektif generasi muda terhadap identitas nasional di tengah tantangan era digital.
B.ISI PEMBAHASAN
Pertanyaan pertama yang saya ajukan adalah: "Apa arti identitas nasional menurut Anda?" Yussy mendefinisikan identitas nasional sebagai rasa kebersamaan yang lahir dari keragaman budaya Indonesia, di mana Pancasila menjadi perekat utama. Baginya, identitas ini bukan hanya warisan sejarah seperti Sumpah Pemuda, melainkan identitas dinamis yang mencakup kebanggaan atas keberagaman suku, bahasa, dan tradisi. Ia menambahkan bahwa di era global, identitas nasional adalah "kompas" yang membantu individu tetap teguh pada akar budaya sambil beradaptasi dengan dunia luar.
Ketika ditanya "Bagaimana identitas nasional tercermin dalam kehidupan sehari-hari?", Yussy memberikan contoh dari rutinitas mahasiswa seperti kami. Ia menyebutkan bahwa identitas nasional terlihat dalam penggunaan bahasa Indonesia di media sosial, seperti saat berbagi cerita tentang festival budaya kampus atau memasak makanan tradisional seperti rendang saat berkumpul dengan teman. Di kehidupan kampus, hal ini tercermin melalui kegiatan diskusi kelompok yang menghargai perspektif multikultural, atau saat mendengarkan lagu-lagu daerah di playlist Spotify. Namun, Yussy mengakui bahwa pandemi COVID-19 telah memperkuatnya melalui aksi solidaritas online, seperti kampanye donasi untuk daerah terdampak yang menonjolkan semangat gotong royong.
Pada pertanyaan "Apa tantangan terbesar dalam menjaga identitas nasional saat ini?", Yussy menyoroti pengaruh media sosial dan globalisasi sebagai hambatan utama. Menurutnya, algoritma platform seperti TikTok sering mempromosikan konten asing yang membuat generasi muda lupa akan budaya lokal, ditambah dengan polarisasi politik yang memanfaatkan isu identitas untuk memecah belah. Ia khawatir bahwa tanpa literasi digital yang baik, pemuda bisa kehilangan rasa nasionalisme, terutama di tengah arus informasi palsu yang merusak citra bangsa. Yussy juga menyebutkan tantangan ekonomi, di mana urbanisasi membuat orang muda terputus dari tradisi desa.
Terakhir, untuk pertanyaan "Menurut Anda, bagaimana peran generasi muda dalam memperkuat identitas nasional?", Yussy menekankan bahwa pemuda harus menjadi "influencer" positif. Ia menyarankan agar kami memanfaatkan platform digital untuk menciptakan konten kreatif, seperti podcast tentang sejarah perjuangan bangsa atau kolaborasi seni yang memadukan elemen tradisional dengan modern. Sebagai mahasiswa, Yussy mendorong partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka atau komunitas budaya, serta belajar bahasa daerah untuk menghargai keragaman. Baginya, peran kami adalah menjaga identitas nasional agar tetap hidup dan relevan, bukan statis.
C.PENUTUP
- Kesimpulan Narasumber: Pandangan Yussy terhadap identitas nasional mencerminkan semangat optimis generasi muda yang melihatnya sebagai aset dinamis untuk menghadapi tantangan global, dengan penekanan pada peran aktif pemuda melalui inovasi digital dan pendidikan. Secara keseluruhan, ia percaya bahwa identitas nasional dapat diperkuat jika kami, sebagai pemuda, menyeimbangkan pelestarian warisan dengan adaptasi zaman.
- Refleksi Mahasiswa: Refleksi pribadi saya, wawancara ini membuat saya sadar betapa dekatnya isu ini dengan kehidupan sehari-hari kami sebagai mahasiswa seusia. Saya terinspirasi untuk lebih aktif di media sosial dalam mempromosikan budaya Indonesia, sehingga kontribusi kami terhadap bangsa menjadi lebih nyata dan berkelanjutan. Pengalaman ini juga memperkuat keyakinan saya bahwa dialog antar-generasi muda seperti ini esensial untuk membangun nasionalisme yang inklusif.
Komentar
Posting Komentar